Gawat, Limbah Pabrik di Sungai Citarum Semakin Tak Terkendali

Gawat, Limbah Pabrik di Sungai Citarum Semakin Tak Terkendali

Senin, 17 April 2017 | 19:07 WIB
Gawat, Limbah Pabrik di Sungai Citarum Semakin Tak Terkendali
Pemulung mengarungi Sungai Citarum yang hitam dan berbusa tercemar limbah B3 pabrik tekstil di kawasan Curug Jompong, Desa Jelegong,Kecamatan Kutawaringin, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Kamis (28/6). 72 persen dari total industri adalah pabrik tekstil yang setiap hari menggelontorkan limbahnya tanpa pantauan dari pemerintah. Sekitar 25 juta penduduk DKI dan Jawa Barat mengandalkan air baku dari Sungai Citarum untuk PDAM, perikanan, maupun irigasi. TEMPO/Prima Mulia
 
 
TEMPO.CO, Bandung - Direktur Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Jawa Barat Dadan Ramdhan mengatakan, hampir 80 persen pabrik di wilayah Jawa Barat melanggar aturan soal pembuangan limbah cair. Ratusan pabrik yang berdiri di kawasan aliran Sungai Citarum hampir sebagian besar melakukan pelanggaran dengan membuang limbahnya ke aliran sungai. Hal itu membuat Sungai Citarum semakin tercemar limbah berbahaya.

"Aturan dan Undang-undang yang mengatur masalah limbah berbahaya sudah ada. Tapi, pelaksanaanya yang lemah. Hampir 80 persen pabrik di Jawa Barat melanggar aturan," ujar Dadan kepada Tempo, Sabtu, 15 April 2017.


Dadan menuturkan, setiap pabrik seharusnya memiliki Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL). IPAL tersebut digunakan untuk mengurangi kadar limbah berbahaya sebelum dibuang. Namun, banyak pabrik yang membandel. Sejumlah pabrik tidak memanfaatkan IPAL dengan maksimal. Malah, ia katakan, ada sejumlah pabrik yang tidak memilki IPAL sesuai standar.

"Selain IPAL yang bermasalah. Peraturan soal baku mutu air limbah juga jadi masalah. Meskipun kadar limbahnya sudah berkurang dengan IPAL, limbah tetaplah limbah. Pabrik tetap membuang limbah ke sungai," kata dia.


Akibat pengawasan terhadap pembuangan limbah pabrik yang lemah, ia katakan, kondisi Sungai Citarum makin lama makin memprihatinkan. Di beberapa titik sungai yang mengalir di 12 kota/kabupaten itu aliran sungai kadang berwarna tidak normal dan mengeluarkan bau. Bahkan, di beberapa lokasi sejumlah sawah yang mengandalkan aliran air dari sungai Citarum mengalami gagal panen.

"Karena pengawasan yang lemah, kita harus mengedukasi masyarakat sekitar pabrik agar mengerti apabila ada kegiatan pabrik yang melanggar langsung laporkan," ujar dia.

Organisasi nirlaba Blacksmith Institute yang berbasis di New York dan Green Cross asal Swiss pada tahun 2013 melansir daftar tempat paling tercemar di bumi tahun ini. Ada 10 lokasi yang dipandang sangat tercemar akibat limbah industri, pengolahan limbah yang buruk, hingga bencana nuklir.


Sungai Citarum di Jawa Barat dan kawasan di sekitarnya masuk dalam daftar karena pencemaran limbah industri dan bahan kimia. Laporan Blacksmith menyebutkan lebih dari 500 ribu orang terkena dampak langsung pencemaran di Sungai Citarum. Sementara lebih dari 5 juta orang terkena dampak tak langsung akibat polutan kimia yang dibuang di sungai dan terbawa aliran air.

Namun, kondisi yang dipaparkan hasil penelitian itu tidak beranjak lebih baik. Di Kabupaten Purwakarta, Tempo menjumpai kawasan industri di Kecamatan Babakan Cikao. Di sana, terdapat dua pabrik tekstil besar yang membelakangi Sungai Citarum. Pantauan Tempo, kondisi Sungai Citarum yang dibelakangi dua pabrik tersebut kondisinya cukup memprihatinkan.

Selain aliran sungai yang diduga telah terpapar limbah, kondisi pemukiman penduduk yang berada di kawasan pabrik pun terpapar polusi asap. Bau menyengat sangat terasa saat Tempo mengunjungi salah satu pemukiman yang berada di belakang pabrik.

Aktivis Wahana Pemerhati Lingkungan Indonesia (Wapli) Purwakarta Tedi Hartawan menyebutkan, dua pabrik yang berdiri di Kecamatan Babakan Cikao kerap melakukan pembungan limbah berbahaya ke aliran sungai. Dua pabrik tersebut yakni PT IBR dan PT SPV.

"PT IBR sudah dinyatakan bersalah oleh Pengadilan. Tapi, mereka mengajukan banding, hingga sekarang kasusnya tidak tahu bagaiamana," ujar Tedi kepada Tempo.

Tedi menyebutkan, kedua pabrik itu menggunakan bahan baku batu bara untuk melakukan pembakaran. Selain itu, pabrik kerap membuang limbah berbahaya. "Biasanya kalau malam dan hujan mereka membuang limbah ke sungai," kata Tedi.

Salah seorang warga yang tinggal di Kampung Sawah, Desa Cilangkap, Kecamatan Babakan Cikao, Purwakarta, mengatakan kondisi Sungai Citarum yang berada di dekat rumah mereka sudah sangat kritis. Ia mengatakan, warga sudah tak ada yang berani untuk menggunakan air dari sungai.

"Jangankan manusia, ikan aja hanya satu jenis yang hidup di sana. Padahal dulu banyak ikan yang hidup di sana," ujar warga yang enggan disebutkan namanya itu kepada Tempo.

IQBAL LAZUARDI S

Sumber Berita :
Gawat, Limbah Pabrik di Sungai Citarum Semakin Tak Terkendali